Selasa, 14 Agustus 2012

ENTALPI PELARUTAN


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Larutan dibagi menjadi 3 berdasarkan kelarutannya. Yakni larutan jenuh, larutan tidak jenuh dan juga larutan lewat jenuh. Larutan disebut jenuh pada temperatur tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan lebih banyak zat terlarut. Bila jumlah zat terlarut kurang dari ini, disebut larutan tidak jenuh dan bila lebih disebut lewat jenuh. Zat yang dapat membentuk larutan lewat jenuh adalah asam oksalat Pada praktikum kali ini diharapkan praktikan mengetahui berapa besar entalpi pelarutan pada suatu larutan jenuh. Dan juga pengaruh suhu atau temperatur terhadap kelarutan suatu zat.
Entalpi adalah jumlah total dari semua bentuk energi itu dengan lambing (H). Entalpi akan tetap konstan selama tidak ada energi yang masuk atau keluar dari zat. Entalpi tergolong sifat eksternal, yakni yang bergantung pada jumlah mol zat. Bahan baker fosil seperti minyak bumi, batu bara mempunyai isi panas atau entalpi. Kita lihat pada sel aki saat bekerja, energi kimia diubah menjadi energi listrik, energi panas yang dicari untuk membakar bensin dan reaksi pembakaran bensin menghasilkan gas, menggerakkan piston sehingga menggerakan roda motor. Entalpi terjadi dari beberapa golongan yaitu entalpi pembentukan standar, entalpi penguraian standar, entalpi pembakaran stadar. Berdasarkan latar belakang ini maka percobaan tentang entalpi khususnya entalpi pelarutan dilakukan unuk bisa lebih mengerti.

1.2  Tujuan Percobaan
Menentukan pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu zat dan panas kelarutannya.



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MSDS Bahan
2.1.1 Asam Oksalat
Asam oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan nama sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana ini biasa digambarkan dengan rumus HOOC-COOH. Merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000 kali lebih kuat daripada asam asetat. Di-anionnya, dikenal sebagai oksalat, juga agen pereduktor.
Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam oksalat, contoh terbaik adalah kalsium oksalat (CaOOC-COOCa), penyusun utama jenis batu ginjal yang sering ditemukan.
Besarnya konstanta disosiasi (K1) = 6,24.10­­­­-2 dan K2 = 6,1.10-5). Dengan keadaan yang demikian dapat dikatakan asam oksalat lebih kuat daripada senyawa homolognya dengan rantai atom karbon lebih panjang. Namun demikian dalam medium asam kuat (pH <2) proporsi asam oksalat yang terionisasi menurun.
Asam oksalat dalam keadaan murni berupa senyawa kristal, larut dalam air (8% pada 10o C) dan larut dalam alkohol. Asam oksalat membentuk garam netral dengan logam alkali (NaK), yang larut dalam air (5-25 %), sementara itu dengan logam dari alkali tanah, termasuk Mg atau dengan logam berat, mempunyai kelarutan yang sangat kecil dalam air. Jadi kalsium oksalat secara praktis tidak larut dalam air. Berdasarkan sifat tersebut asam oksalat digunakan untuk menentukan jumlah kalsium. Asam oksalat ini terionisasi dalam media asam kuat.
Asam oksalat mempunyai massa molar 90.03 g/mol (anhidrat) dan 126.07 g/mol (dihidrat), rupa putih, kepadatan dalam fase 1,90 g/cm³ (anhidrat) dan 1.653 g/cm³ (dihidrat), kelarutan dalam air 9,5 g/100 mL (15°C), 14,3 g /100 mL (25°C?), dan 120 g/100 mL (100°C), dan titik didih sebesar 101-102°C (dihidrat) (Anonym, 2011).
2.1.2 Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal  sebagai soda kaustik, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Ia digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia. Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Ia bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan. Ia juga larut dalam etanol dan methanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. Ia tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya. Larutan natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas. Struktur molekulnya berbentuk tetrahedral. Sedangkan sifat-sifat natrium hidroksida yaitu :
·        Rumus molekul             : NaOH
·          Massa molar                             : 39,9971 g.mol-1
·          Densitas                                   : 2,1 g.cm-3
·        Titik leleh                                  : 318°C (591 K)
·        Titik didih                                 : 1390°C (1663 K)
·        Kelarutan dalam air       : 111 g/100 ml (20°C)
(Anonim.2011)
2.1.3 Indikator PP
Indikator asam-basa (fenoftalen) menunjukkan bahwa suatu larutan bersifat asam atau basa. Indikator asam-basa seperti pp (fenoftalen) mempunyai warna tertentu pada trayek pH / rentang pH tertentu yang ditunjukkan dengan perubahan warna indikator. Kalau indikator pp, merupakan indikator yang menunjukkan pH basa, karena dia berada pada rentang pH antara 8,3 hingga 10,0 (dari tak berwarna - merah pink). ketika NaOH diberi fenoftalen, lalu warnanya berubah menjadi merah lembayung, maka trayek pH-nya mungkin sekitar 9-10 (Anonym, 2011).

2.2 Entalpi
Jika sebuah sistem bebas untuk mengubah volumenya terhadap tekanan luar yang tetap, perubahan energi dalamnya tidak lagi sama dengan energi yang diberikan kepada kalor. Energi yang diberikan sebagai kalor diubah menjadi kerja untuk memberikan tekana balik terhadap lingkungannya, sehingga dU<dq. Kita akan menunjukkan bahwa pada tekanan tetap, kalor yang diberikan sama dengan perubahan dalam sifat termodinamika yang lain dari sistem, yaitu entalpi H (Atkins, 1993 :44).
Entalpi (H) merupakan suatu fungsi termodinamika yang berhubungan dengan energi dalam dan berguna untuk menjelaskan proses-proses pada tekanan tetap. Persamaan matematika menyatakan entalpi ditulis sebagai berikut:
H = U + PV
H : entalpi (joule atau kalori)
U : dalam energi dalam (joule atau kalori)
P : tekanan (atm)
V : volume (liter)
Persamaan ini diperoleh dari penurunan persamaan hukum pertama termodinamika pada tekanan tetap:
q = ∆U – W
q = ∆U + P∆V
q = U2 –U1 + P(V2 –V1)
q = (U2 + PV2) – (U1 + PV1)
q = H2 – H1
q = ∆H
Entalpi (H) adalah besaran mutlak yang tidak dapat diukur atau ditentukan. Pada suatu proses yang terukur adalah harga dari ∆H. Penetuan harga (∆H) tidak bergantung pada jalannya proses namun hanya tergantung pada keadaan awal dan akhir proses (∆H sebagai fungsi keadaan). Nilai ∆H dapat digunakan untuk meramalkan suatu proses reaksi. Bila ∆H > 0 proses berjalan secara endotermis, yaitu sistem menyerap kalor. Bila ∆H = 0 proses berjalan secara adiabatik, semua kalor diubah menjadi kerja. Bila ∆H < 0 proses berjalan secara eksotermis, yaitu sistem melepaskan kalor. Hubungan-hubungan yang melibatkan entalpi diantaranya adalah ∆H adalah suatu sifat ekstensif yaitu perubahan entalpi sebanding dengan jumlah zat yang terlibat dalam reaksi Jika kita gandakan dua kali jumlah zat yang terlibat dalam reaksi maka perubahan entalpi reaksi juga menjadi dua kali. ∆H akan berubah tanda bila arah reaksi berlangsung sebaliknya (Syukri, 1999 : 74-76).
Larutan ada yang jenuh, tidak jenuh, dan lewat jenuh. Larutan disebut jenuh pada temperatur tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan lebih banyak zat terlarut. Bila jumlah zat terlarut kurang dari ini, disebut larutan tidak jenuh dan bila lebih disebut lewat jenuh. Zat yang dapat membentuk larutan lewat jenuh adalah asam oksalat. Daya larut suatu zat dalam zat lain dipengaruhi oleh : jenis zat pelarut, jenis zat terlarut, temperatur dan tekanan.
            Zat – zat dengan struktur kimia yang mirip, umumnya dapat saling bercampur baik, sedang yang tidak biasanya sukar bercampur (like dissolves like). Air dan alkohol bercampur sempurna (completely immiscible), air dan eter bercampur sebagian (partially miscible), sedang air dan minyak sama sekali tidak bercampur (completely immicible).
            Pengaruh temperatur tergantung dari panas pelarutan. Bila panas pelarutan (∆H) negatif, daya larut turun dengan naiknya temperatur. Bila panas pelarutan (∆H) positif, daya larut naik dengan naiknya temperatur. Tekanan tidak begitu berpengaruh terhadap daya larut zat padat dan cair, tetapi berpengaruh pada daya larut gas (Sukardjo, 1997 : 142).
Jika kesetimbangan terganggu dengan adanya perubahan temperatur maka konsentrasi larutannya akan berubah. Menutur Van’t Hoff pengaruh temperatur terhadap kelarutan dinyatakan sebagai berikut :
            d  ln S/dt  =  (∆H)/RT2
            dengan mengintegralkan dari T1 ke T2 maka akan dihasilkan
            ln S2/S1 =  (∆H/R) (T1-1-T2-1).
            Ln S = -(∆H)/RT + konstanta
Dimana :
  1. S1,S2 = kelarutan masing – masing zat pada temperature T1 dan T2 (g/1000gram solven).
  2. ∆H = panas pelarutan (panas pelarutan/ g (gram)).
  3. R = konstanta gas umum.
Secara umum panas pelarutan adalah positif (endodermis) sehingga menurut Van’t Hoff makin tinggi temperatur maka akan semakin banyak zat yang larut. Sedangkan untuk zat – zat yang panas pelarutannya negatif (eksotermis), maka semakin tinggi suhu maka akan semakin berkurang zat yang dapat larut (Tim Kimia Fisika, 2011 : 2).


BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan
            3.1.1 Alat
-         Thermostat 0-50°C
-         Termometer 50°C
-         Buret 50 mL
-         Erlenmayer 250 mL
-         Gelas takar 250 mL
-         Pipet volume 10 mL
-         Pengaduk gelas
-         Tabung reaksi
3.1.2        Bahan
-         Asam oksalat
-         Larutan NaOH 0,5 N
-         Indikator pp
-         Es batu dan garam dapur

3.2          Prosedur kerja


 


·        Dilarutkan dalam 100 mL akuades sedikit demi sedikit sampai keadaan jenuh pada temperature kamar
·        Dimasukkan larutan jenuh dalam tabung reaksi dilengkapi dengan thermometer dan pengaduk pada temperature yang dikehendaki
·        Diaduk larutannya
·        Diambil 5mL larutan setelah tercapai kesetimbangan, kristal asam oksalat yang tidak larut jangan ikut terbawa
·        Dititrasi 5 mL larutan asam oksalat dengan larutan NaOH 0,5 M dengan menggunakan indikator pp.Dilakukan duplo.  


Hasil
 
 




 
BAB  4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Suhu (oC)
Erlenmeyer A
Erlenmeyer B
m e+larutan
V NaOH
m e+larutan
V NaOH
5
40,030 gram
14,0 mL
40,330 gram
14,1 mL
10
40,343 gram
14,7 mL
40,048 gram
18,0 mL
15
40,037 gram
19,2 mL
40,330 gram
19,7 mL
20
40,087 gram
19,4 mL
40,456 gram
19,4 mL
25
40,042 gram
19,6 mL
40,344 gram
19,7 mL
30
39,920  gram
19,8 mL
40,088 gram
19,8 mL

4.2. Pembahasan
Percobaan pertama ini tentang entalpi pelarutan yang bertujuan untuk menentukan pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu zat dan panas kelarutannya. Proses pelarutan pada percobaan ini melibatkan zat yang terlarut yaitu kristal asam oksalat dan pelarut yaitu air. Air disini berfungsi sebagai pelarut, selain itu juga, ada zat lain yang terlibat dalam percobaan yaitu indikator pp, NaOH, es batu dan garam dapur. Awalnya, kristal asam oksalat dilarutkan di dalam air sedikit demi sedikit hingga jenuh, Larutan jenuh merupakan larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara solute yang terlarut dan yang tak terlarut. Banyaknya solute yang melarut dalam pelarut yang banyaknya tertentu untuk menghasilkan suatu larutan jenuh disebut kelarutan (solubility) zat itu. Setalah itu, larutan asam oksalat yang telah mencapai kesetimbangan tadi di masukkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 5mL kemudian erlenmeyer yang berisi asam oksalat tersebut di letakkan di dalam gelas piala yang berisi es batu dan garam, garam di sini berfungsi agar es tidak cepat mencair. Tujuan dari dimasukkannya larutan dalam gelas piala berisi es dan garam tersebut yaitu agar diperoleh suhu yang diinginkan, yaitu pada suhu 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 ˚C. Setelah diperoleh suhu yang diinginkan, maka larutan asam oksalat dititrasi dengan NaOH, sebelum di lakukan titrasi larutan asam oksalat tersebut di tetesi dengan indikator PP sebanyak 3 tetes agar dapat lebih mudah mengetahui titik ekivalennya atau titik dimana titrasi harus di hentikan yaitu pada percobaan ini di tandai dengan perubahan warna pada larutan yang awalnya tidak berwarna berubah menjadi merah muda transparan. Berdasarkan data hasil percobaan, kelarutan asam oksalat pada suhu 5°C lebih berkurang dari pada kelarutan asam oksalat pada suhu 10°C. Atau dengan kata lain semakin rendah suhu, maka endapan yang terbentuk semakin banyak pula. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu, maka kelarutan suatu zat semakin bertambah.
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah:
·         Jenis zat pelarut dan zat terlarut
Apabila suatu zat pelarut mempunyai sifat mudah melarutkan suatu zat maka kelarutannya sangat tinggi, dan apabila zat pelarutnya mempunyai sifat sulit melarutkan suatu zat maka kelarutannya pun rendah. Begitu pula dengan zat terlarut apa bila zat terlarut tersebut mudah melarut dalam suatu pelarut, maka kelarutannya dalam pelarut pun tinggi dan begitu pula sebaliknya
·         Suhu atau Temperatur
Kelarutan zat padat dalam air semakin tinggi bila suhunya dinaikkan. Adanya kalor (panas) mengakibatkan semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik antar molekul-molekul air dan terjadi kelarutan.
·         Tekanan
Faktor berikutnya adalah pengaruh tekanan pada kelarutan, Perubahan tekanan pengaruhnya kecil terhadap kelarutan zat cair atau padat. Sebab suatu tekanan berhubungan dengan volum dan volum cairan itu sendiri tidak mengalami perubahan yang besar, hal ini berbeda dengan volum gas. Partikel gas geraknya lebih bebas dibandingkan dengan cairan, sehingga pengaruh tekanan pada zat cair lebih kecil dibanding pengaruhnya terhadap gas.
Nilai dari tingkat kelarutan asam oksalat dari literature yaitu sebesar 9,5 g/100 mL (15°C), 14,3 g /100 mL (25°C), 120 g/100 mL (100°C), sedangkan nilai yang di dapat dari percobaan kami adalah pada suhu 5°C sebesar 13,14g/mL, pada suhu 10°C sebesar 15,30g/mL, pada suhu 15°C sebesar 18,54g/mL, pada suhu 20°C sebesar 18,18g/mL, pada suhu 25°C sebesar 18,72g/mL, dan pada suhu 30 sebesar 19,80g/mL. Hal ini sesuai dengan faktor – faktor yang mempengaruhi kelarutan yaitu semakin besar suhu maka semakin besar pula tingkat kelarutannya. Sehingga di dapatkan grafik sebagai berikut:


 











BAB 5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
·         Semakin tinggi suhu maka tingkat kelarutannya semakin besar
·         Faktor-faktor  yang mempengaruhi kelarutan adalah : Jenis pelarut dan zat terlarutnya, Suhu atau Temperature, dan Tekanan
·         Larutan jenuh merupakan larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara solute yang terlarut dan yang tak terlarut.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar